Sebagai seorang muslim, kita memiliki keimanan yang harus terpatri dalam diri kita. Salah satu keimanan yang harus dipahami dan direalisasikan dalam keseharian adalah keimanan kita kepada Allah sebagai Sang Pencipta. Dari segi bahasa, keimanan ini dikenal dengan Tauhid Rububiyyah, yang berarti mengimani Allah sebagai Rabb atau Pencipta dan Penguasa terhadap segala sesuatu.
Hal ini juga berarti mengimani bahwa tidak ada saingan dalam kekuasaan-Nya, dalam pemerintahan-Nya. Hanyalah Allah yang memberikan segala-galanya dan tiada sesuatu-pun yang dapat melakukan kebaikan dan keburukan kecuali dengan se-izin-Nya. Allah berfirman:
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Yunus: 107) - (hdn, 8/5/2003)
Dengan keimanan ini berarti kita beritikad bahwa Allah ialah Tuhan yang menciptakan alam, memeliharanya, memberi rizki, segala-galanya di bawah pengetahuan-Nya, kehendak-Nya, dan Kebijaksanaan-Nya yang tidak terhingga. Hakikat tauhid ini terdapat pada Al Qur'an surat Al Baqarah ayat 258-260.
Sebagaimana yang kita ketahui, setiap manusia itu memiliki fitrah atau semacam naluri dasar yang dijadikan oleh Allah pada diri setiap manusia. Di mana pada fitrah manusia itu pada dasarnya memiliki kecondongan membutuhkan adanya Tuhan Sang Pencipta. Sebagaimana yang Allah firmankan:
"Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah". Katakanlah : "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui." (QS. Luqman: 25)
Dengan kecenderungan fitrah inilah manusia - bagaimanapun ingkarnya dia - ketika ia dalam keadaan terjepit, maka tetap akan mengakui keberadaan Allah. Allah berfirman:
"Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus." (QS. Luqman: 32).
Fitrah manusia yang demikian ini akan selalu tetap kondisinya seperti ini. Bagaimanapun keadaan manusia, pada dasarnya ia akan tetap mempercayai keberadaan Allah sebagai sang Pencipta. Allah berfirman:
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar Rum: 30)
Posting Komentar