Nuklir adalah sebutan untuk bentuk energi yang dihasilkan melalui reaksi inti, baik itu reaksi fisi (pemisahan) maupun reaksi fusi (penggabungan). Sumber energi nuklir yang paling sering digunakan untuk PLTN adalah sebuah unsur radioaktif yang bernama Uranium. Bagaimana caranya sebuah unsur radioaktif mampu menghasilkan panas yang besar? Tentu saja bukan dengan dibakar. Namun melalui reaksi pemisahan inti (reaksi fisi). Biar tidak terlalu rumit penjelasannya, perhatikan gambar berikut :
Atom uranium (U-235) (digambarkan dengan warna hitam merah di sebelah kiri) memiliki inti yang tidak stabil ketika ada neutron (warna hitam di paling kiri) yang ditembakkan pada inti atom tersebut, maka inti atom uranium akan membelah menjadi dua buah inti atom, yakni atom Barium (Ba-141) dan atom Kripton (Kr-92) serta tiga neutron (warna hitam di kanan). Jika ingat ama pelajaran kimia, silahkan cek nama-nama unsur tadi dalam sistem periodik unsur. Masih ingat dengan hukum kekekalan massa-energi bukan (pelajaran Fisika kelas 3 SMA)? Nah, karena massa atom sebelum pembelahan lebih besar dari pada massa atom setelah pembelahan, maka selisih massa (disebut defek massa) tersebut berubah menjadi energi panas yang besarnya sekitar 200 MeV (Mega elektron volt), ini baru satu buah inti atom. satu gram uranium saja tentu memiliki banyak inti. Sehingga panas yang dihasilkan pun luar biasa besar.
jawabanya ane cuplik dari kantor Berita ANTARA
"Indonesia memiliki cadangan uranium 53 ribu ton yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yakni sebanyak 29 ribu ton di Kalimantan Barat dan 24 ribu ton sisanya ada di Bangka Belitung.
"Selain itu Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih akan diteliti dulu," kata Deputi Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Djarot S Wisnubroto kepada pers di Jakarta, Selasa malam.
Perkiraan bahwa Pulau Papua menyimpan cadangan uranium atau bahan baku nuklir dalam jumlah besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan Papua dengan batuan Australia yang telah diketahui menyimpan cadangan uranium terbesar di dunia, ujarnya.
Jika suatu PLTN seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton Uranium per tahun, maka dengan cadangan di Kalbar saja yang mencapai 29 ribu ton Uranium, urai Djarot, itu berarti bisa memasok Uranium selama 145 tahun"
"Indonesia memiliki cadangan uranium 53 ribu ton yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), yakni sebanyak 29 ribu ton di Kalimantan Barat dan 24 ribu ton sisanya ada di Bangka Belitung.
"Selain itu Papua juga diindikasikan memiliki cadangan uranium yang cukup besar. Tapi soal ini masih akan diteliti dulu," kata Deputi Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Dr Djarot S Wisnubroto kepada pers di Jakarta, Selasa malam.
Perkiraan bahwa Pulau Papua menyimpan cadangan uranium atau bahan baku nuklir dalam jumlah besar didasarkan pada kesamaan jenis batuan Papua dengan batuan Australia yang telah diketahui menyimpan cadangan uranium terbesar di dunia, ujarnya.
Jika suatu PLTN seukuran 1.000 MW membutuhkan 200 ton Uranium per tahun, maka dengan cadangan di Kalbar saja yang mencapai 29 ribu ton Uranium, urai Djarot, itu berarti bisa memasok Uranium selama 145 tahun"
Energi yang dibebaskan oleh reaksi fisi Uranium ini berupa energi panas. Energi panas digunakan untuk menguapkan air sehingga timbul uap bertekanan tinggi yang dapat memutar turbin, turbin memutar generator dan terciptalah listrik
Dibandingkan dengan sumber energi yang lain, Energi Nuklir merupakan sumber energi yang paling tinggi kerapatan energinya (jumlah energi persatuan volume atau massa)
1 kg uranium dapat menghasilkan energi sekitar 50.000 kwh (kilo watt jam)
1 kg batubara hanya dapat menghasilkan energi sekitar 3 kwh
1 kg minyak bumi hanya dapat menghasilkan sekitar 4 kwh
1 kg uranium dapat menghasilkan energi sekitar 50.000 kwh (kilo watt jam)
1 kg batubara hanya dapat menghasilkan energi sekitar 3 kwh
1 kg minyak bumi hanya dapat menghasilkan sekitar 4 kwh
Dalam teknologi reaktor dikenal istilah sistem keselamatan berlapis yaitu lapisan penghalang terlepasnya zat radioaktif ke lingkungan. Sebagai gambaran disajikan sistem penghalang pada suatu reaktor daya, yaitu:
* Kristal bahan bakar
* Kelongsong elemen bakar
* Bejana tekan
* Bejana keselamatan
* Sistem penahan gas dan cairan aktif
* Perisai biologis
* Gedung reaktor
* Sistem tekanan negatif
Bila prisisp-prisip keselamatan ini digunakan dalam pembangunan reaktor, niscaya keselamatan operasi reaktor akan terjamin.
* Kristal bahan bakar
* Kelongsong elemen bakar
* Bejana tekan
* Bejana keselamatan
* Sistem penahan gas dan cairan aktif
* Perisai biologis
* Gedung reaktor
* Sistem tekanan negatif
Bila prisisp-prisip keselamatan ini digunakan dalam pembangunan reaktor, niscaya keselamatan operasi reaktor akan terjamin.
yang jelas Indonesia sudah punya BATAN (Badan Tenaga nuklir Nasional) yang berisikan para ahli Nuklir. di luar BATAN masih banyak para lulusan S2 dan S3 luar negeri maupun dalam negeri yang sangat kompeten. Beliau-beliau umumnya sekarang mengajar di Perguruan Tinggi yang ada jurusan Teknik Nuklirnya. Belum lagi ahli-ahli kita yang memilih untuk berkarya di negeri orang (karena tidak "terpakai" di negeri sendiri). Jika masih ada yang meragukan dengan mengatakan, lumpur lapindo aja bisa bocor, atau bahkan soal ujian Nasional aja bisa bocor, apalagi kalo Nuklir?? logika mudahnya gini aja ndan, klo lumpur Lapindo dan soal ujian Nasional bocor, siapa yang dirugikan? pastinya bukan orang yang membocorkannya. tapi kalau Radiasi nuklir sampai bocor, yang pertama kali kena tentu yang membocorkannya. Jadi para pekerja di PLTN tentu sangat tau risikonya, sehingga mereka akan bekerja sangat disiplin dan profesional.
Ketika masyarakat umum menemukan kata ”radioaktif” maka yang muncul di dalam benak adalah bom nuklir Hiroshima-Nagasaki, kecelakaan reaktor Chernobyl, atau bahkan khayalan dalam film science fiction tentang pengaruh radiasi yang merubah manusia menjadi makhluk berbeda yang menyeramkan. Fakta bom nuklir atau kecelakaan Chernobyl memang benar adanya, namun lebih dari itu Aplikasi Nuklir dan Radiasi bagi kesejahteraan umat manusia terus berkembang dan tidak pernah berhenti sejak lebih 1 abad lalu. Sedangkan kata ”limbah” atau sampah di masyarakat Indonesia dicitrakan sebagai sesuatu yang berbau busuk, tidak enak dilihat, tak terkelola dan selalu menimbulkan masalah.
Apakah hal itu terjadi pula pada limbah radioaktif di Indonesia?
Kita mulai dari sejarah pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia. Penggunaan zat radioaktif di negeri kita dimulai pada era akhir tahun 50an, yaitu pemanfaatan sumber radiasi untuk industri dan rumah sakit. Pemanfaatan di industri antara lain untuk kendali ketebalan, kerapatan produk, menentukan tinggi permukaan cairan dalam suatu wadah terutup dan banyak lagi. Pemanfaatan di Rumah Sakit antara lain untuk diagnosis dan radiotherapy. Selain itu tentu saja laboratorium di BATAN juga memanfaatkan zat radioaktif dalam dalam eksperimennya. Sampai saat ini terdapat lebih dari 300 perusahaan atau institusi yang terdaftar sebagai pengguna zat radioaktif. Pertanyaan kemudian adalah, akan dibawa kemana dan diapakan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi? Jawabnya adalah dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif dan mengalami proses yang dinamakan pengelolaan limbah radioaktif.
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran maka tugas pengelolaan limbah radioaktif adalah tanggung jawab BATAN, dan dalam hal ini dilaksanakan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Jadi Pusat ini merupakan satu-satunya institusi di Indonesia yang wajib mengelola limbah radioaktif.
PTLR berdiri sejak tahun 1988 berlokasi di kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang sekitar 30 km dari Jakarta, dan telah mengelola limbah radioaktif dari kegiatan reaktor riset dan fasilitas serta industri dan rumah sakit. Limbah radioaktif yang berasal dari era sebelum 1988 tersimpan pula di pusat ini. Karena sifat radioaktif yang tidak dapat dimusnahkan maka limbah radioaktif diproses dengan prinsip-prinsip: diisolasi radiasinya dari pekerja, masyarakat dan lingkungan, bila memungkinkan dikurangi volumenya (misalnya limbah cair dengan proses penguapan, limbah padat dimampatkan) sehingga volume total limbah yang dikelola selama ini di PTLR relatif kecil, dan dipadatkan serta diwadahi untuk jangka waktu yang lama. Selama 50 tahun pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia, saat ini tersimpan sekitar 900 ton limbah di PTLR, [COLOR="Red"]bandingkan misalnya dengan sampah perkotaan DKI Jakarta 6000 ton perhari atau limbah industri konvensional yang dalam beberapa kasus mempunyai volume besar dan tidak dikelola[/COLOR].
Bagaimana nasib akhir dari limbah radioaktif? Salah satu prinsip utama pengelolaan limbah radioaktif adalah, limbah radioaktif tidak boleh menjadi beban bagi generasi mendatang atau undue burden for the next generation. Sebagian besar limbah radioaktif yang tersimpan di PTLR mempunyai umur yang pendek sehingga diharapkan untuk waktu yang tidak terlalu lama menjadi bahan yang tidak radioaktif, hanya sebagian kecil saja mempunyai usia yang panjang dari puluhan sampai ribuan tahun.
Untuk limbah usia panjang ini, PTLR telah mengembangkan teknologi penyimpanan akhir, yaitu penyimpanan limbah di kedalaman tertentu di bawah tanah. Teknologi penyimpanan akhir ini mirip dengan yang sudah diaplikasikan di banyak negara maju, dan terbukti aman sampai saat ini dan diperhitungkan tidak membahayakan generasi mendatang baik menggunakan model komputasi maupun analogi kejadian alam.
Apakah hal itu terjadi pula pada limbah radioaktif di Indonesia?
Kita mulai dari sejarah pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia. Penggunaan zat radioaktif di negeri kita dimulai pada era akhir tahun 50an, yaitu pemanfaatan sumber radiasi untuk industri dan rumah sakit. Pemanfaatan di industri antara lain untuk kendali ketebalan, kerapatan produk, menentukan tinggi permukaan cairan dalam suatu wadah terutup dan banyak lagi. Pemanfaatan di Rumah Sakit antara lain untuk diagnosis dan radiotherapy. Selain itu tentu saja laboratorium di BATAN juga memanfaatkan zat radioaktif dalam dalam eksperimennya. Sampai saat ini terdapat lebih dari 300 perusahaan atau institusi yang terdaftar sebagai pengguna zat radioaktif. Pertanyaan kemudian adalah, akan dibawa kemana dan diapakan zat radioaktif yang sudah tidak digunakan lagi? Jawabnya adalah dikirim ke Pusat Teknologi Limbah Radioaktif dan mengalami proses yang dinamakan pengelolaan limbah radioaktif.
Menurut Undang-undang No. 10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran maka tugas pengelolaan limbah radioaktif adalah tanggung jawab BATAN, dan dalam hal ini dilaksanakan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR). Jadi Pusat ini merupakan satu-satunya institusi di Indonesia yang wajib mengelola limbah radioaktif.
PTLR berdiri sejak tahun 1988 berlokasi di kawasan PUSPIPTEK Serpong Tangerang sekitar 30 km dari Jakarta, dan telah mengelola limbah radioaktif dari kegiatan reaktor riset dan fasilitas serta industri dan rumah sakit. Limbah radioaktif yang berasal dari era sebelum 1988 tersimpan pula di pusat ini. Karena sifat radioaktif yang tidak dapat dimusnahkan maka limbah radioaktif diproses dengan prinsip-prinsip: diisolasi radiasinya dari pekerja, masyarakat dan lingkungan, bila memungkinkan dikurangi volumenya (misalnya limbah cair dengan proses penguapan, limbah padat dimampatkan) sehingga volume total limbah yang dikelola selama ini di PTLR relatif kecil, dan dipadatkan serta diwadahi untuk jangka waktu yang lama. Selama 50 tahun pemanfaatan zat radioaktif di Indonesia, saat ini tersimpan sekitar 900 ton limbah di PTLR, [COLOR="Red"]bandingkan misalnya dengan sampah perkotaan DKI Jakarta 6000 ton perhari atau limbah industri konvensional yang dalam beberapa kasus mempunyai volume besar dan tidak dikelola[/COLOR].
Bagaimana nasib akhir dari limbah radioaktif? Salah satu prinsip utama pengelolaan limbah radioaktif adalah, limbah radioaktif tidak boleh menjadi beban bagi generasi mendatang atau undue burden for the next generation. Sebagian besar limbah radioaktif yang tersimpan di PTLR mempunyai umur yang pendek sehingga diharapkan untuk waktu yang tidak terlalu lama menjadi bahan yang tidak radioaktif, hanya sebagian kecil saja mempunyai usia yang panjang dari puluhan sampai ribuan tahun.
Untuk limbah usia panjang ini, PTLR telah mengembangkan teknologi penyimpanan akhir, yaitu penyimpanan limbah di kedalaman tertentu di bawah tanah. Teknologi penyimpanan akhir ini mirip dengan yang sudah diaplikasikan di banyak negara maju, dan terbukti aman sampai saat ini dan diperhitungkan tidak membahayakan generasi mendatang baik menggunakan model komputasi maupun analogi kejadian alam.
Mengapa memilih Energi Nuklir ?
“Dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri 6-7 % per tahun, maka diperlukan pertumbuhan energy sekurang-kurangnya 10 % per tahun,”menurut Kepala BATAN, Dr. Hudi Hastowo. Karena itu apabila kebutuhan listrik Jawa-Bali saat ini adalah 30.000 MW maka diproyeksikan akan meningkat menjadi 80.000 - 100.000 MW pada tahun 2025. Solusi energy yang dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut :
* Energy surya, membutuhkan investasi yang mahal yaitu $8/watt serta effektivitas tapak yang kecil yaitu 0,1 kW per m2.
* Energy angin sangat ramah lingkungan dan biaya perawatan yang rendah. Sayangnya potensi angin di Indonesia tidak terletak pada tempat dimana listrik kebanyakan diperlukan. Rata-rata kecepatan angin di pulau Jawa adalah kalas 1, kelas terkecil diantara 5 kelas. Lokasi yang paling potensial adalah Indonesia Timur dengan pemanfaatan sebesar 275 MW pada tahun 2025.
* Energy panas bumi. Persoalan utama dalam geothermal adalah jauhnya lokasi sumber panas dari daerah yang membutuhkan listrik dan persebaran potensi geothermal yang tidak terpusat di satu titik. Pada tahun 2025 direncanakan pemanfaatan geothermal sebesar 9500 MW.
* Mikrohidro, terbukti ramah lingkungan dan teknologinya sudah dikuasai oleh Indonesia. Tetapi seperti geothermal, mikrohidro memiliki kesulitan akses ke lokasi. Selain itu, aliran sungai di Indonesia pada umumnya tidak stabil, tidak konstan dan sering bermasalah dengn sampah dan lumpur. Pada tahun 2025, pemanfaatan mikrohidro direncanakan sebesar 950 MW.
* Energi laut. Indonesia mempunyai potensi energy laut yang sangat besar yaitu 1650 MW. Permasalahan terletak di teknologi yang belum dikuasai dan perawatan yang terkendala korosi air laut.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa energy terbarukan walaupun dapat dimanfaatkan seluruhnya, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan energy listrik Jawa-Bali yang tinggi pada tahun 2025. (Total potensi energi Alternatif yang bisa dimanfaatkan hingga tahun 2025 hanya sebesar 11.150 MW padahal perkiraan kebutuhan listrik kita 80.000 MW - 100.000 MW)
Nuklir dipilih karena secara keilmuan, Indonesia sudah mempunyai pengalaman sejak tahun 1964, terhitung sejak reaktor Triga di Bandung menunjukkan kekritisannya (ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya reaksi fisi berantai terkendali) pada 16 Oktober 1964 (dibangun 1 Januari 1961).
Selain Reaktor Triga 2000 di Bandung, Indonesia juga mempunyai Reaktor Kartini di Yogyakarta yang dibangun 1 April 1975 dan mencapai kekritisan pada 25 Januari 1979.
Reaktor ke tiga adalah reaktor Serbaguna Siwabessy Serpong yang dibangun 1 Januari 1983 dan mencapai kekritisan pada tanggal 29 Juli 1987.
Nuklir memang tidak sempurna dan mahal untuk dibangun. Tetapi selain target kebutuhan pada tahun 2025 yang harus mulai dipersiapkan semenjak dini, perlu diingat bahwa hingga kini baru 66 % penduduk Indonesia yang menikmati listrik. Sejauh ini nuklir sudah memenuhi 15 % kebutuhan listrik dunia dan mencegah emisi 2,1 milyar ton CO2 per tahun.
Pemilihan nuklir mungkin dapat dianalogikan dengan pemilihan menggunakan pesawat terbang ketika bepergian jauh. Alasan utama orang menggunakan pesawat terbang bukan karena percaya pada pilotnya tetapi karena manfaatnya yang signifikan dibandingkan resikonya. Sebagian besar orang menganggap bahwa Manfaat menggunakan pesawat terbang sebanding dengan resiko yang mungkin terjadi.
“Dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri 6-7 % per tahun, maka diperlukan pertumbuhan energy sekurang-kurangnya 10 % per tahun,”menurut Kepala BATAN, Dr. Hudi Hastowo. Karena itu apabila kebutuhan listrik Jawa-Bali saat ini adalah 30.000 MW maka diproyeksikan akan meningkat menjadi 80.000 - 100.000 MW pada tahun 2025. Solusi energy yang dapat dimanfaatkan adalah sebagai berikut :
* Energy surya, membutuhkan investasi yang mahal yaitu $8/watt serta effektivitas tapak yang kecil yaitu 0,1 kW per m2.
* Energy angin sangat ramah lingkungan dan biaya perawatan yang rendah. Sayangnya potensi angin di Indonesia tidak terletak pada tempat dimana listrik kebanyakan diperlukan. Rata-rata kecepatan angin di pulau Jawa adalah kalas 1, kelas terkecil diantara 5 kelas. Lokasi yang paling potensial adalah Indonesia Timur dengan pemanfaatan sebesar 275 MW pada tahun 2025.
* Energy panas bumi. Persoalan utama dalam geothermal adalah jauhnya lokasi sumber panas dari daerah yang membutuhkan listrik dan persebaran potensi geothermal yang tidak terpusat di satu titik. Pada tahun 2025 direncanakan pemanfaatan geothermal sebesar 9500 MW.
* Mikrohidro, terbukti ramah lingkungan dan teknologinya sudah dikuasai oleh Indonesia. Tetapi seperti geothermal, mikrohidro memiliki kesulitan akses ke lokasi. Selain itu, aliran sungai di Indonesia pada umumnya tidak stabil, tidak konstan dan sering bermasalah dengn sampah dan lumpur. Pada tahun 2025, pemanfaatan mikrohidro direncanakan sebesar 950 MW.
* Energi laut. Indonesia mempunyai potensi energy laut yang sangat besar yaitu 1650 MW. Permasalahan terletak di teknologi yang belum dikuasai dan perawatan yang terkendala korosi air laut.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa energy terbarukan walaupun dapat dimanfaatkan seluruhnya, tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan energy listrik Jawa-Bali yang tinggi pada tahun 2025. (Total potensi energi Alternatif yang bisa dimanfaatkan hingga tahun 2025 hanya sebesar 11.150 MW padahal perkiraan kebutuhan listrik kita 80.000 MW - 100.000 MW)
Nuklir dipilih karena secara keilmuan, Indonesia sudah mempunyai pengalaman sejak tahun 1964, terhitung sejak reaktor Triga di Bandung menunjukkan kekritisannya (ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan terjadinya reaksi fisi berantai terkendali) pada 16 Oktober 1964 (dibangun 1 Januari 1961).
Selain Reaktor Triga 2000 di Bandung, Indonesia juga mempunyai Reaktor Kartini di Yogyakarta yang dibangun 1 April 1975 dan mencapai kekritisan pada 25 Januari 1979.
Reaktor ke tiga adalah reaktor Serbaguna Siwabessy Serpong yang dibangun 1 Januari 1983 dan mencapai kekritisan pada tanggal 29 Juli 1987.
Nuklir memang tidak sempurna dan mahal untuk dibangun. Tetapi selain target kebutuhan pada tahun 2025 yang harus mulai dipersiapkan semenjak dini, perlu diingat bahwa hingga kini baru 66 % penduduk Indonesia yang menikmati listrik. Sejauh ini nuklir sudah memenuhi 15 % kebutuhan listrik dunia dan mencegah emisi 2,1 milyar ton CO2 per tahun.
Pemilihan nuklir mungkin dapat dianalogikan dengan pemilihan menggunakan pesawat terbang ketika bepergian jauh. Alasan utama orang menggunakan pesawat terbang bukan karena percaya pada pilotnya tetapi karena manfaatnya yang signifikan dibandingkan resikonya. Sebagian besar orang menganggap bahwa Manfaat menggunakan pesawat terbang sebanding dengan resiko yang mungkin terjadi.
Selama 64 tahun terakhir terjadi 31 kecelakaan Reaktor Nuklir yang merenggut korban 539 orang, 186 diantaranya meninggal.
Bandingkan dengan data kecelakaan yang lain:
Dalam 18 tahun terakhir ada 14 kecelakaan di Industri Kimia yang merenggut korban 64.652 orang, 4.287 diantaranya meninggal. Khusus di Indonesia dalam 5 tahun terakhir ada 76.866 orang korban kecelakaan lalu lintas, 54.733 diantaranya meninggal (30 orang/hari) (data ini diambil tahun 2006). Jadi, lebih bahaya PLTN atau sepeda motor?
Bandingkan dengan data kecelakaan yang lain:
Dalam 18 tahun terakhir ada 14 kecelakaan di Industri Kimia yang merenggut korban 64.652 orang, 4.287 diantaranya meninggal. Khusus di Indonesia dalam 5 tahun terakhir ada 76.866 orang korban kecelakaan lalu lintas, 54.733 diantaranya meninggal (30 orang/hari) (data ini diambil tahun 2006). Jadi, lebih bahaya PLTN atau sepeda motor?
bahaya yang ditimbulkan dari pembangkitan listrik menggunakan energi nuklir hanyalah pada masalah radiasi. selama radiasi ini dapat ditahan agar tidak bocor ke lingkungan, maka PLTN akan aman. lalu apa akibatnya jika terjadi kebocoran sedikit saja, misal ketika terjadi gempa dan tsunami di jepang? selama dosis radiasi yang mengenai tubuh kita masih di bawah ambang batas, maka tidak ada efek yang berarti bagi tubuh. ambang batas dosis serapan radiasi yang ditetapkan saat ini adalah 50 milisevert (mSv) per tahun. waktu gema jepang kemaren? berapa kebocorannya? Dari info yang saya peroleh dari dosen saya, dosis radiasi di batas luar PLTN (bukan daerah evakuasi) ketika terjadi ledakan Unit 3 adalah sekitar 700 micro Sv per jam. Artinya, jika seseorang berada di lokasi tersebut selama satu jam terus menerus, tanpa berpindah-pindah, dia akan menerima dosis sebesar 700 micro Sv. atau jika dikonversikan dalam satu tahun berarti 6,1 Sv.
Tetapi perlu diingat pula bahwa material radioaktif itu meluruh, sehingga dosisnya juga akan berkurang seiring waktu. Cepat atau lambatnya tergantung dari jenis material radioaktifnya. Dengan kata lain, secara akumulatif nilai dosisnya akan lebih rendah daripada 6 Sv. Faktor yang lain adalah meterologis. Mengingat adanya aliran udara, maka kemungkinan besar akan ada efek dilution (pengenceran), jadi kembali ada pengurangan dosis juga untuk jangka panjang. Lagipula, tidak mungkin kan kita diem aja selama satu tahun di situ. Jika kita pernah melakukan foto rontgen (sinar X) di dada, maka kita menerima 100 micro Sv. Sinar X di perut menyumbang 600 micro Sv dan di pinggul sebesar 700 micro Sv. Bahkan kalau kita pernah melakukan CT scan, kita menerima dosis sebesar 10000 micro Sv. Bahkan, sebenarnya dalam keseharian kita, kita pasti menerima pancaran radiasi baik dari makanan, bahan bangunan, radiasi sinar kosmis dari luar angkasa, dll. Tapi dosisnya sangat rendah.
Tetapi tahukah anda? bahwa pembangkit listrik tenaga batubara (yang saat ini kita pakai) pun mengandung bahaya yang tidak kalah dengan bahaya radiasi nuklir. pembakaran batu bara menghasilkan gas-gas berbahaya, juga gas-gas yang termasuk gas rumah kaca penyebab global warming, hujan asam, gangguan pernafasan dan lain-lain. parahnya lagi, gas-gas ini kebanyakan dibuang begitu saja ke lingkungan, berbeda dengan teknologi PLTN yang senantiasa menjaga agar radiasinya tetap berada di dalam reaktor. Data yang ane dapat nih, pembakaran batubara di seluruh dunia menciptakan sekitar 9 milyar ton CO2 per tahun. Perbandingan dengan sumber energi lain ane tampilkan dalam gambar berikut :
Tetapi perlu diingat pula bahwa material radioaktif itu meluruh, sehingga dosisnya juga akan berkurang seiring waktu. Cepat atau lambatnya tergantung dari jenis material radioaktifnya. Dengan kata lain, secara akumulatif nilai dosisnya akan lebih rendah daripada 6 Sv. Faktor yang lain adalah meterologis. Mengingat adanya aliran udara, maka kemungkinan besar akan ada efek dilution (pengenceran), jadi kembali ada pengurangan dosis juga untuk jangka panjang. Lagipula, tidak mungkin kan kita diem aja selama satu tahun di situ. Jika kita pernah melakukan foto rontgen (sinar X) di dada, maka kita menerima 100 micro Sv. Sinar X di perut menyumbang 600 micro Sv dan di pinggul sebesar 700 micro Sv. Bahkan kalau kita pernah melakukan CT scan, kita menerima dosis sebesar 10000 micro Sv. Bahkan, sebenarnya dalam keseharian kita, kita pasti menerima pancaran radiasi baik dari makanan, bahan bangunan, radiasi sinar kosmis dari luar angkasa, dll. Tapi dosisnya sangat rendah.
Tetapi tahukah anda? bahwa pembangkit listrik tenaga batubara (yang saat ini kita pakai) pun mengandung bahaya yang tidak kalah dengan bahaya radiasi nuklir. pembakaran batu bara menghasilkan gas-gas berbahaya, juga gas-gas yang termasuk gas rumah kaca penyebab global warming, hujan asam, gangguan pernafasan dan lain-lain. parahnya lagi, gas-gas ini kebanyakan dibuang begitu saja ke lingkungan, berbeda dengan teknologi PLTN yang senantiasa menjaga agar radiasinya tetap berada di dalam reaktor. Data yang ane dapat nih, pembakaran batubara di seluruh dunia menciptakan sekitar 9 milyar ton CO2 per tahun. Perbandingan dengan sumber energi lain ane tampilkan dalam gambar berikut :
Posting Komentar